AKARPOST.COM – Sidang praperadilan yang diajukan masyarakat adat Papua Barat terhadap Polres Sorong Selatan dan Polda Papua Barat Daya menuai sorotan publik. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, eksepsi atau tanggapan dari pihak tergugat dinilai tidak logis dan bertentangan dengan dasar hukum yang berlaku. Aktivis HAM sekaligus pemerhati hukum nasional, Wilson Lalengke, menilai berkas eksepsi tersebut disusun tanpa pemahaman hukum yang memadai dan justru memperlihatkan lemahnya kapasitas aparat penegak hukum di wilayah Papua Barat Daya.
Dalam dokumen eksepsi, pihak Polres Sorong Selatan dan Polda Papua Barat Daya menyatakan bahwa gugatan praperadilan yang diajukan oleh Yesaya Saimar, melalui kuasa hukumnya Advokat Simon Maurits Soren, S.H., M.H. dan Advokat Bambang Wijanarko, S.H., tidak jelas alias obscuur libel.
Namun, dalam Pasal 77 KUHAP yang mereka kutip sendiri, disebutkan bahwa praperadilan juga mencakup sah atau tidaknya penyitaan barang bukti. “Lucunya, mereka menulis isi pasal itu tetapi tidak memahami maknanya. Ini menunjukkan logika hukum yang benar-benar kacau,” ujar Wilson Lalengke.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Permasalahan bermula dari penyitaan bangkai kapal tongkang yang dijadikan jaminan utang antara masyarakat adat dan perusahaan PT. Mitra Pembangunan Global. Penyidik disebut mengambil barang tersebut tanpa surat resmi penyitaan dan tanpa prosedur hukum yang benar.
Menurut Wilson, tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, bahkan berpotensi memenuhi unsur pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP.
Wilson Lalengke menegaskan bahwa kasus ini memperlihatkan rendahnya profesionalisme aparat hukum di tingkat daerah. Ia juga menyoroti peran beberapa pejabat yang disebut dalam berkas perkara, di antaranya Kapolres Sorong Selatan AKBP Gleen Rooy Molle, Kasat Reskrim Calvin Reinaldi Simbolon, Kanit Tipidter Abdul Karim, dan Dirkrimum Polda Papua Barat Daya Kombes Pol Junov Siregar.
“Jika aparat sendiri tidak paham hukum, bagaimana masyarakat bisa percaya pada penegakan hukum di negeri ini?” tegas Wilson.
Kasus praperadilan Sorong ini kini ramai diperbincangkan di berbagai kalangan, termasuk aktivis hukum dan masyarakat adat. Publik menilai kasus ini sebagai contoh lemahnya penegakan hukum dan penyalahgunaan kewenangan di tubuh kepolisian.
Beberapa pihak bahkan menyerukan reformasi total institusi Polri, karena kasus serupa terus berulang di berbagai daerah.













