Pesawaran, Akarpost.com – Mantan Bupati Pesawaran, Dendi Ramadhona, kembali menjadi sorotan publi setelah beredar screenshot panggilan pemeriksaan dari penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Ia dipanggil untuk memberikan keterangan terkait dugaan korupsi proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Pesawaran senilai Rp 8 miliar.
Dalam screenshot yang beredar luas di sejumlah grup WhatsApp, surat panggilan tersebut dijadwalkan pada Senin, 8 September 2025.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Dendi sebelumnya dijadwalkan diperiksa pada Rabu, 3 September 2025. Namun, ia tidak hadir alias mangkir dari panggilan penyidik.
“Dipanggil hari ini, tetapi tidak hadir. Maka akan dipanggil kembali Senin (8/9) depan,” ujar salah satu sumber penyidik kepada awak media.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, belum memberikan konfirmasi resmi terkait pemeriksaan Dendi Ramadhona.
Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama, meminta agar Dendi memenuhi panggilan penyidik.
“Mantan Bupati Pesawaran harus hadir dan menyampaikan fakta-fakta terkait proyek SPAM itu. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” tegas Juendi.
Sebelumnya, Kepala Dinas PUPR Pesawaran, Zainal Fikri, telah dimintai keterangan oleh penyidik Pidsus Kejati Lampung pada Kamis, 28 Agustus 2025.
“Iya, hari Kamis kemarin saya diminta keterangan dari jam sepuluh pagi sampai sebelas malam,” ujar Zainal saat dikonfirmasi.
Selain itu, mantan Kadis Perkim Pesawaran, Firman Rusli, juga pernah diperiksa terkait proyek SPAM yang berlokasi di Kecamatan Kedondong dan Way Khilau. Firman menegaskan bahwa proyek tersebut bukan lagi tanggung jawab Dinas Perkim karena sudah dialihkan ke Dinas PUPR.
“Proyek SPAM awalnya memang di Perkim, kemudian diambil alih Dinas PU. Jadi kegagalannya bukan tanggung jawab saya,” jelas Firman.
Proyek SPAM senilai Rp 8 miliar itu bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2022. Namun, proyek yang seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat empat desa di Kecamatan Kedondong dan Way Khilau justru dinilai gagal.
“Setiap desa dialokasikan Rp 2 miliar, tetapi masyarakat tidak menerima manfaatnya. Kalau memang proyek itu gagal dan merugikan negara, harus ada yang bertanggung jawab,” tegas Firman.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan