Warga RI Ramai Kumpul Kebo, Wilayah Ini Paling Banyak

Minggu, 8 Juni 2025 - 08:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jakarta – Fenomena pasangan bukan suami istri yang tinggal bersama atau kumpul kebo rupanya telah ramai di Indonesia. Beberapa saat lalu, fenomena kumpul kebo juga terjadi di jejeran Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kronologinya, fenomena kumpul kebo disebabkan adanya pergeseran pandangan terkait relasi dan pernikahan. Saat ini, tidak sedikit anak muda yang memandang pernikahan adalah hal normatif dengan aturan yang rumit.

Sebagai gantinya, mereka memandang “kumpul kebo sebagai hubungan yang lebih murni dan bentuk nyata dari cinta. Di wilayah Asia yang menjunjung tinggi budaya, tradisi, serta agama, ‘kumpul kebo’ masih menjadi hal tabu. Kalaupun terjadi, ‘kumpul kebo’ biasanya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat dan dinilai sebagai langkah awal menuju pernikahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Baca Juga:  Andi Surya Terima Mandat Pembentukan Partai Aksi Rakyat di Lampung dari DPP Gerakan Rakyat Besutan Anies Baswedan

Di Indonesia, studi pada 2021 berjudul The Untold Story of Cohabitation mengungkapkan bahwa ‘kumpul kebo’ lebih banyak terjadi di wilayah bagian Timur yang mayoritas penduduknya non-Muslim.

Menurut peneliti ahli muda dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yulinda Nurul Aini, setidaknya ada tiga alasan mengapa pasangan di Manado yang merupakan lokasi penelitiannya memilih untuk ‘kumpul kebo’ bersama pasangan.

Alasan itu antara lain terkait beban finansial, prosedur perceraian yang terlalu rumit, hingga penerimaan sosial.

“Hasil analisis saya terhadap data dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21) milik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 0,6 persen penduduk kota Manado, Sulawesi Utara, melakukan kohabitasi,” ungkap Yulinda beberapa saat lalu.

“Dari total populasi pasangan kohabitasi tersebut, 1,9% di antaranya sedang hamil saat survei dilakukan, 24,3% berusia kurang dari 30 tahun, 83,7% berpendidikan SMA atau lebih rendah, 11,6% tidak bekerja, dan 53,5% lainnya bekerja secara informal,” lanjutnya.

Baca Juga:  KPAI INGATKAN STOP NORMALISASI KEKERASAN DALAM MPLS

Yulinda menyebut, pihak yang paling berdampak secara negatif akibat ‘kumpul kebo’ adalah perempuan dan anak.

Dalam konteks ekonomi, tidak ada jaminan keamanan finansial bagi anak dan ibu, seperti yang diatur dalam hukum terkait perceraian. Dalam kohabitasi, ayah tidak memiliki kewajiban hukum untuk memberi dukungan finansial berupa nafkah.

“Ketika pasangan kohabitasi berpisah, tidak ada kerangka regulasi yang mengatur pembagian aset dan finansial, alimentasi, hak waris, penentuan hak asuh anak, dan masalah-masalah lainnya,” terang Yulinda.

Sementara itu dari segi kesehatan, ‘kumpul kebo’ dapat menurunkan kepuasan hidup dan masalah kesehatan mental.

Baca Juga:  K9 Polri Turun Tangan Selidiki 2 Anjing Shelter di Sentul Mati Diduga Diracun

Sejumlah penyebab dampak negatif akibat kohabitasi adalah minimnya komitmen dan kepercayaan dengan pasangan dan ketidakpastian tentang masa depan.

Menurut data PK21, sebanyak 69,1% pasangan kohabitasi mengalami konflik dalam bentuk tegur sapa, 0,62% mengalami konflik yang lebih serius seperti pisah ranjang hingga pisah tempat tinggal, dan 0,26% lainnya mengalami konflik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Lalu, anak-anak yang lahir dari hubungan kohabitasi juga cenderung mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, kesehatan, dan emosional.

“Anak dapat mengalami kebingungan identitas dan memiliki perasaan tidak diakui karena adanya stigma dan diskriminasi terhadap status ‘anak haram’, bahkan dari anggota keluarga sendiri,” kata Yulinda.

“Hal ini menyulitkan mereka untuk menempatkan diri dalam struktur keluarga dan masyarakat secara keseluruhan,” ia menjelaskan. (red)

Berita Terkait

Efisiensi yang Pincang dan Krisis Kepercayaan Publik
Tiga Lembaga di Lampung Gelar Aksi Akbar Desak DPR dan Kementerian ATR/BPN Ukur Ulang Lahan PT SGC
Media Massa Harus Berdaulat dalam Kerja Jurnalistik
Istana Kembalikan Kartu ID Liputan Wartawan CNN Indonesia, Pastikan Insiden Tidak Terulang
Andi Surya Terima Mandat Pembentukan Partai Aksi Rakyat di Lampung dari DPP Gerakan Rakyat Besutan Anies Baswedan
Mahfud MD Kritik Nadiem Makarim Terkait Kasus Chromebook dan Gaya Kepemimpinan
Ribuan Mahasiswa Gelar Aksi Damai di DPRD Lampung
Permala Jakarta ingatkan Jangan Terprovokasi dan Fokus pada tujuan Awal kepentingan Rakyat
Tag :
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terkait

Jumat, 24 Oktober 2025 - 14:53 WIB

LSM JATI Lampung Bongkar Dugaan Korupsi Dana BOS di Dinas Pendidikan Kota Metro

Jumat, 24 Oktober 2025 - 13:34 WIB

Pemprov Lampung Gelar Pekan Kebudayaan Daerah IV Tahun 2025: Angkat Tema “Begawi Jejama Budaya Lampung”

Kamis, 23 Oktober 2025 - 17:38 WIB

Komnas PA Lampung Kawal Kasus Pemerkosaan MO di Lampung Utara

Kamis, 23 Oktober 2025 - 15:01 WIB

Amunisi Lampung Ungkap Dugaan Mark-Up Kegiatan Dana Desa di Empat Pekon Talang Padang, Tanggamus

Kamis, 23 Oktober 2025 - 14:22 WIB

LSM Amunisi Lampung Desak Transparansi Dana Desa Suka Bandung, Soroti Dugaan Mark-Up Rp 800 Juta Lebih

Rabu, 22 Oktober 2025 - 14:53 WIB

Oknum Kades di Tanggamus Diduga Bayar Damai Rp 40 Juta untuk Lolos dari Kasus Narkoba

Selasa, 21 Oktober 2025 - 20:20 WIB

Ardian Cahyadi: Daerah Harus Tangkap Peluang Ekonomi Lewat Olahraga

Selasa, 21 Oktober 2025 - 00:15 WIB

Gabpeknas Tangsel Resmi Dukung Marhadi Jadi Calon Ketua Kadin Tangerang Selatan 2025–2030

Berita Terbaru

error: Content is protected !!
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x