Lampung – Dalam laporan Pansus LHP BPK dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Lampung terungkap bahwa RSUD Abdul Moeloek (RSUDAM) terbukti banyak melakukan penyimpangan anggaran pada tahun anggaran 2024 lalu yang saat itu pimpin oleh Lukman Pura.
BPK berhasil mengungkapkan adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan diantaranya, adanya kelebihan pembayaran belanja gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar Rp. 17.704.200. Kemudian, kesalahan dalam klasifikasi anggaran, dimana menggunakan belanja barang dan jasa sebesar Rp. 9,24 miliar, yang seharusnya dikategorikan sebagai belanja modal karena menghasilkan aset tetap.
Lalu, kelebihan pembayaran atas kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi pada pembangunan ruang CATHLAB senilai Rp69,43 juta. Kelebihan pembayaran kepada penyedia jasa konstruksi gedung nuklir sebesar Rp896,87 juta. Kerugian akibat denda keterlambatan yang belum ditagih senilai Rp. 370,18 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lainnya, dalam hal pengelolaan persediaan barang, dimana petugas gudang di RSUDAM belum mencatat secara menyeluruh mutasi barang keluar dan masuk, sehingga berpotensi menimbulkan penyimpangan.
Atas berbagai temuan itu, Pansus LHP BPK merekomendasikan reformasi menyeluruh dalam tata kelola keuangan dan aset RSUDAM, dan meminta pihak RSDUAM memperkuat peran Satuan Pengawas Internal (SPI), mengoptimalkan sistem e-logistik, serta memberikan sanksi tegas terhadap rekanan yang wanprestasi.
Koordinator Lapangan Front Aksi Anti Gratifikasi (FAGAS) Wahyu Setiawan menyikapi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) di RSUDAM bahwa penyimpangan tersebut adalah bentuk kelalaian penggunaan dana publik yang harus dipertanggungjawabkan didepan hukum.
Atas temuan tersebut, Wahyu mendorong pimpinan tertinggi dalam hal ini Gubernur Lampung melalui Inspektorat untuk memberikan sanksi tegas kepada Lukman Pura, Sp. PD K-GH., MHSM. yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Provinsi Lampung atas penyimpangan anggaran di RSDUAM sebagai bentuk kelalaian dalam pengelolaan dana publik sektor kesehatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi.
“Temuan BPK itu bukan hanya masalah soal pengembalian, tidak bisa mentang-mentang dikembalikan lalu serta-merta dimaafkan, karena ini salah satu bentuk kejahatan, maka harus dikaji dari sisi unsur pidana” Tegas Wahyu.
Ketua Umum Fagas, Fadli Khoms menambahkan bahwa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa dilaporkan kembali kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
“Pegawai negeri yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana, hal itu tertulis pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, yaitu pada Pasal 64 Ayat (1)”, Jelasnya.
Masih menurut Fadli, setiap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang mengandung indikasi merugikan keuangan negara seyogyanya harus dilaporkan ke instansi berwenang, seperti kejaksaan dan polisi.
Hal itu dilakukan, untuk melihat apakah terjadinya kerugian negara itu diakibatkan adanya perbuatan melawan hukum atau tidak.
“Itu merupakan wewenang penyidik. Sementara, kewenangan BPK hanya pada menetapkan ganti rugi yang merupakan sanksi administrasi. Sedangkan tugas penegak hukum adalah, untuk menemukan adanya perbuatan pidana. dan, untuk selanjutnya memberikan sanksi pidana,” ungkapnya.
Selain itu, sambungnya, dengan adanya pernyataan BPK pada LHP mengenai telah terjadi kerugian negara di RSDUAM dengan menyebut jumlah kerugian negara dan ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan, maka sebenarnya telah memiliki rumusan yang sejalan dengan unsur-unsur pasal 2 dan 3 UU No. 31 tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Untuk itu, Fagas mendesak BPK harus bekerjasama dengan APH untuk mengungkap permainan anggaran yang ada di RSDUAM selama dibawah kepemimpinan Lukman Pura.
“Temuan BPK terkait laporan hasil pemeriksaan BPK atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dapat ditindaklanjuti oleh APH untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, terkait adanya perbuatan tindak pidana korupsi,” Tutup Fadli.