Bandar Lampung – Sat Reksirm Polresta Bandar Lampung meringkus NI (28), lantaran dugaan kasus pencabulan terhadap enam anak laki-laki di bawah umur yang tak lain merupakan muridnya di sebuah sekolah Madrasah Aliyah di Kota Bandar Lampung.
Mantan guru honorer ini ditangkap, usai pihak Kepolisian melakukan serangakian penyelidikan dan pendalaman terhadap laporan Polisi yang dibuat oleh para korban pada 19 November 2024.
Kapolresta Bandar Lampung, Kombes Pol Alfret Jacob Tilukay, menyampaikan bahwa laporan polisi pertama dibuat pada 19 November 2024, namun pelaku baru berhasil diamankan tahun ini setelah penyelidikan mendalam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Korban yang melapor satu orang, usia 16 tahun. Tapi dari hasil pendalaman, ada lima korban lainnya yang juga mengalami pencabulan serupa dan sudah kami mintai keterangan,” Kata Kombes Pol Alfret.
Kejadian pertama terjadi pada 8 Maret 2024, saat pelaku mengundang korban ke rumahnya. Di sana, Pelaku memutar video porno dan menyuruh korban membuka celana untuk membandingkan organ kelamin dengan yang ada di video.
“Korban disuruh onani, dengan alasan ingin mencocokan kekentalan sperma. Lalu karena tidak bisa keluar pelaku diminta untuk tiduran dan pelaku memegang kemaluan korban hingga korban mengeluarkan sperma,” jelas Kombes Pol Alfret.
Pada kejadian kedua, 10 Oktober 2024, pelaku kembali mengundang korban. Kali ini, pelaku mencium bibir korban, menyuruhnya melakukan oral seks, dan juga melakukan tindakan serupa kepada korban.
Polisi memastikan seluruh korban adalah siswa dari Nurul Ismail saat ia masih aktif sebagai guru honorer. Meski hanya satu korban membuat laporan resmi, lima korban lainnya telah memberikan kesaksian. Barang bukti berupa pakaian korban juga telah diamankan sebagai bagian dari penyidikan.
Kapolresta menjelaskan bahwa penyelidikan membutuhkan waktu panjang karena membutuhkan keterangan dari para ahli, dan penyelidikan yang mendalam. Selain itu, kasus yang sensitif menjadikan korban membutuhkan waktu untuk bersuara.
Hingga kini, belum diketahui apakah para korban telah mendapat pendampingan psikologis. Pihak kepolisian berharap ada pemulihan psikologis dan rehabilitasi bagi korban.
“Tentunya kita harapkan kan ada penanganan berlanjut supaya agar korban mendapatkan pengobatan dan rehabilitasi penyembuhan psikologinya,” tutup Alfret.
Akibat perbuatannya tersebut, Pelaku dijerat Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal lima belas tahun.