Bandar Lampung – Di tengah hingar-bingar peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara, Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Lampung (KOMMAL) justru hadir dengan agenda kontras.
Bukannya memberi ucapan selamat, mereka justru menyerahkan “kado pahit” berupa dokumen berisi deretan kasus hukum yang belum dituntaskan sebagai bentuk kritik tajam terhadap Polda Lampung.
Ketua KOMMAL Anas Sopyan mengatakan, bahwa hadiah tersebut bukan bentuk penghargaan, melainkan peringatan keras terhadap kinerja Kepolisian Daerah Lampung di bawah kepemimpinan Kapolda Irjen Pol Helmy Santika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Peringatan ini simbolik, sekaligus kritik keras. Kami merasa euforia perayaan HUT Bhayangkara tak boleh menenggelamkan suara rakyat yang menuntut keadilan. Jika kepolisian gagal refleksi, maka perayaan ini hanyalah panggung seremonial kosong,” kepada Anas kepada awak media.
Bahkan, Dalam dokumen yang diserahkan, KOMMAL menyoroti enam kasus besar yang mencederai kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian:
1.Kaburnya empat tahanan narkoba jaringan internasional dari Rutan Dittahti Polda Lampung. Setahun berlalu, penanganan kasus ini masih gelap.
2.Kasus pembunuhan kader Fatayat NU di Lampung Timur yang ditemukan dalam karung pada Juli 2024. Hingga kini, belum ada titik terang meski kasus ini menghebohkan publik.
3.Pembunuhan keji dua anak perempuan (usia 8 dan 4,5 tahun) di Pesisir Barat. Parang dan pakaian korban ditemukan, namun pelaku dan motif belum terungkap.
4.Kematian misterius Brigadir EA, anggota Polres Way Kanan, yang ditemukan bersimbah darah di rumahnya. Dugaan bunuh diri atau pembunuhan belum terverifikasi secara resmi.
5.Peredaran rokok ilegal yang diduga berlangsung dengan “restu” oknum aparat.
6.Tingginya angka kejahatan jalanan (C3: Curat, Curas, Curanmor) yang belum mampu ditekan secara signifikan oleh Polda Lampung.
Dalam kasus ini, sambung Anas, maraknya kekerasan dan pembunuhan di wilayah Lampung, termasuk kematian Brigadir EA dan tiga anggota polisi lainnya di Way Kanan yang menunjukkan adanya masalah internal institusi yang mendesak untuk dievaluasi total.
“Ketika nyawa aparat sendiri tak aman, bagaimana rakyat bisa merasa dilindungi?,” urainya
Sehingga, sambung Anas, ia menuntut evaluasi besar-besaran di internal Polda Lampung dan mendesak agar Polri tidak lagi membungkam kritik dengan simbol-simbol seremonial.
“HUT Bhayangkara seharusnya menjadi momen refleksi dan komitmen penegakan hukum, bukan sekadar pesta. Jika hanya formalitas, maka ini hanya mempertebal kekecewaan masyarakat,” pungkasnya